Kita ialah Madura

Kita ialah Madura
kita ialah dadadada yang disatukan
darah dan nanah. sejak pertapaan hingga orok mencium bau tanah
maka didih dada ini tatkala kau lukaluka
bukanlah canda. sungguh karena kita terlahir dari rahim
celurit yang sama.

kita ialah insan satu lisan
logat dan langgam. di compo’ sendiri jangan pernah abaikan
sampai seberang otabe tanah rantau mari masyhurkan
bahasa moyang.

kita ialah sapisapi bertanduk
garam dan gersang. bukan malas hingga ongkang-ongkang
berdirilah, hai, berlari. tanah begini panas mencambuk
diri dan hati. biar alam tahu etos kita mengalir dari pori
sapi karapan

tak perlu pertanyaan tak perlu jawaban
kita ialah madura, satu rupa beribu warna!
2015
(Dimuat SIDOGIRI Media)

bisa dilihat juga di: https://santrisme.wordpress.com/2016/11/18/kita-ialah-madura/

Catatan: Santri, Kawah Candradimuka Pesantren

Catatan: Santri, Kawah Candradimuka Pesantren

Setiap liburan pesantren di depan hidung, sebenarnya seorang santri sedang dihadapkan pada berbagai tantangan. Ia tak semata-mata pulang berlibur tanpa membawa beban dan misi apa-apa. Ada banyak PR di rumah. Makanya sebelum berlibur, para santri harus ditausiyahi dulu agar keteguhannya setebal pagar baja.

Catatan: Tentang Sabar

Catatan: Tentang Sabar

Seorang guru menjadikan pengemudi becak sebagai contoh nyata dari terpujinya sifat sabar. Kenapa becak yang dipilih? Ya, becak bukan saja alat transportrasi tradisional, lebih dari itu ia adalah wujud dari semangat kerja keras orang-orang kelas bawahan sekaligus bukti simple adanya kata-kata bijak ‘tamu adalah raja’.
Saya menduga penemu becak ingin mengatakan bahwa konsep transportasi yang ia ciptakan adalah perwujudan dari abdi sejati seorang pemangku mobilitas kehidupan masyarakat. Dugaan saya ini mengacu pada peletakan jok pengemudi yang berada di belakang jok penumpang, hal ini mengisyaratkan adanya sifat kepemimpinan (pengemudi) yang terus mengawasi rakyatnya (penumpang). Juga, merupakan sikap mendahulukan kepentingan rakyat (penumpang).
Seorang tukang becak, menurut gurunya guru saya, tetap semangat dengan beban yang sangat menumpuk. Tak pernah mengeluh. Saking semangatnya, hingga untuk melihat arah jalan di depannya saja ia sangat kesulitan. Namun ia terus mengayuh becaknya dengan senyum riang. Dengan pandangan dan kesiagaan yang tetap awas.